Pedophilia |
Istilah
Pedophilia mulai dikenal dalam dunia kedokteran sejak istilah itu diluncurkan
oleh seorang psikiater dari Wina (Austria) bernama Dr. Richard von Krafft-Ebing
(ia menggunakan istilah pedophilia erotica) dalam bukunya Psychopathia Sexualis
(1886). Istilah ini kemudian makin populer di abad XX dan mulai masuk dalam
berbagai kamus istilah kedokteran.
Pedophilia
didefinisikan dalam sebuah kamus diagnosis penyakit sebagai "kecenderungan
ketertarikan seksual (sexual preference) pada anak-anak, baik laki-laki maupun
perempuan atau keduanya, biasanya yang berusia praremaja atau remaja
awal".
Kamus
diagnostik tersebut juga menggariskan kriteria untuk digunakan dalam menegakkan
diagnosis dari gangguan ini. Di antaranya adalah adanya khayalan yang
merangsang secara seksual, perilaku atau dorongan untuk terlibat dalam
aktivitas seksual tertentu dengan anak praremaja (sampai batas usia 13 tahun)
selama enam bulan atau lebih, atau jika orang yang bersangkutan melakukan
sesuatu berdasarkan dorongan-dorongan ini atau merasa tertekan sebagai akibat
dari adanya perasaan-perasaan ini.
Kriteria
ini juga mengindikasikan bahwa subyek harus berumur minimum 16 tahun dan anak
atau anak-anak yang dikhayalkannya paling sedikit lima tahun lebih muda
darinya, walaupun hubungan seksual yang terjadi antara anak berumur 12-13 tahun
dengan seorang yang berusia remaja akhir perlu dikecualikan.
Seperti
sudah disebutkan di atas. Beberapa kamus diagnostik tidak mengharuskan adanya
aktivitas seksual yang kasat mata terhadap anak praremaja. Jadi orang yang berkhayal
seksual tentang anak praremaja sudah bisa didiagnosis sebagai pedophilia. Juga
yang suka menunjukkan alat kelaminnya pada anak-anak (indicent exposure), suka
mengintip anak-anak, atau suka menonton pornografi anak (voyeuristic) atau suka
meraba-raba bagian kelamin anak-anak (frotteristic) dapat digolongkan sebagai
pedophilia. Perlu diperhatikan pula bahwa di antara penyandang pedophilia ada
yang bertipe ego-systonic dan ego-dystonic. Tipe ego-systonic adalah yang mengakui dirinya sebagai pedophilia dan
menerima keadaan dirinya apa adanya, sedangkan tipe ego-dystonic adalah yang tahu bahwa dirinya pedophilia, tetapi
ingin mengubah kecenderungan ketertarikan seskualnya itu, terkait dengan
berbagai masalah psikologis atau masalah perilaku atau gabungan kedua masalah
itu yang ditimbulkan sebagai dampak dari kecenderungan ketertarikan seksual
itu.
Seorang
laki-laki yang melampiaskan nafsu seksualnya ke anak tirinya karena tidak
mendapat pelayanan seksual dari isterinya, atau guru SD yang ditinggal isterinya
dan melampiaskan hasratnya ke anak muridnya, tergolong child molester, tetapi
bukan pedophilia.
Sigmund Freud, penemu aliran
psikoanalisis, justru berbicara sedikit saja tentang pedophilia yang
disampaikannnya dalam bukunya Three Essays on the theory of Sexuality (1905,
diterjemahkan: 1962). Ia menyatakan bahwa pedophilia eksklusif sangat jarang.
Dikatakannya bahwa anak-anak praremaja yang menjadi obyek pedophilia dijadikan
sasaran oleh orang-orang lemah yang mencari obyek pengganti, atau oleh orang-orang
yang naluri seksualnya tak terkendali dan ingin pemuasaan seketika padahal
tidak bisa menemukan obyek yang lebih pantas.
Hasilnya adalah bahwa pada kelompok
korban pedophilia sering dijumpai masalah keluarga dan tidak diabaikan dalam
keluarga. Perceraian orangtua, hidup dalam lingkungan keluarga besar, atau di
panti-panti asuhan juga lebih banyak terjadi pada kelompok korban. Skor mereka
lebih tinggi ketimbang kelompok non-korban dalam tes-tes tentang kemarahan,
depresi, dan perilaku yang mengganggu.
Disunting oleh: www.irwanhendrasaputra.pw
0 komentar:
Posting Komentar