Tanda tangan Elektronik |
ASPEK HUKUM TANDA TANGAN ELEKTRONIK (DIGITAL SIGNATURE) DALAM KONTRAK
TRANSAKSI ELEKTRONIK (E-COMMERCE)
Kemajuan
teknologi membawa perubahan yang cukup signifikan dari pemanfaatan Internet
dalam kehidupan manusia yaitu adanya perubahan pola hubungan dari yang semula
menggunakan kertas (paper) menjadi nirkertas (paperless). Oleh karena itu,
terjadi perubahan pula pada berbagai transaksi yaitu transaksi konvensional
menuju transaksi elektronik (e-commerce). Berpindahnya pola hubungan tersebut
menimbulkan masalah hukum seperti keabsahan suatu dokumen elektronik yang
bersifat paperless, kekuatan pembuktian dokumen elektronik tersebut, serta
upaya hukum apa yang dapat ditempuh apabila terjadi sengketa tanda tangan
elektronik.
Tujuannya adalah :
- Untuk mengetahui dan memahami keabsahan suatu dokumen akibat tiadanya tanda tangan dalam paperless transaction,
- Untuk mengetahui dan memahami kekuatan hukum tanda tangan elektronik sebagai alat bukti,
- Untuk mengetahui dan memahami upaya hukum yang dapat ditempuh jika ada sengketa tanda tangan elektronik.
Analisa yang dipergunakan adalah deskriptif
kualitatif. Setelah dilakukan pembahasan atas rumusan masalah yang telah
ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan metodologi tersebut maka hasilnya
adalah :
- Tiadanya tanda tangan pada kontrak transaksi elektronik (e-commerce) yang bersifat paperless transaction telah memenuhi syarat sahnya perjanjian atau dokumen yang sah, karena pada kontrak transaksi elektronik (e-commerce) yang bersifat paperless transaction terdapat tanda tangan elektronik (digital signature) yang memiliki fungsi dan tujuan yang sama dengan tanda tangan pada kontrak transaksi konvensional, yaitu sebagai otentikasi dan tanda persetujuan atau kesepakatan. Pemenuhan syarat-syarat perjanjian dalam transaksi konvensional, berlaku pula pada pembuatan perjanjian dokumen elektronik sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata jo pasal 1338 KUHPerdata.
- Tanda tangan elektronik (digital signature) pada dokumen elektronik memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti menurut hukum acara perdata, yang merupakan perluasan dari alat bukti surat dan bahkan dapat berupa surat otentik karena penggunaan tanda tangan elektronik (digital signature) didukung dengan keberadaan lembaga Certification Authority (CA) yang merupakan pihak ketiga yang independen dan bertindak sebagai otoritas, serta keberadaan dari Lembaga Sertifikasi Keandalan. Akan tetapi karena peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan informasi dan transaksi elektronik masih dalam bentuk rancangannya dan belum disahkan maka kekuatan hukum sebagai alat bukti surat yaitu tulisan dibawah tangan.
- Upaya hukum yang dapat ditempuh apabila terdapat sengketa adalah melalui Litigasi atau Non Litigasi. Pelaku bisnis mayoritas lebih memilih upaya hukum Non Litigasi yaitu penyelesaian sengketa alternatif (Alternative Dispute Resolution) untuk menyelesaikan setiap persoalan yang timbul dalam aktivitas bisnis karena sistem penyelesaiannya lebih efektif, adil, tidak menyita waktu, serta biaya relatif lebih murah. Sebaliknya jalur litigasi, penyelesaian sengketa lambat, biaya perkara mahal, putusan terkadang tidak menyelesaikan masalah.
Pemerintah
hendaknya segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan
Informasi dan Transaksi Elektronik (RPP PITE) yang merupakan aturan hukum lebih
lanjut dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, agar transasksi elektronik lebih mendapatkan kepastian hukum.
Hendaknya kekuatan hukum pembuktian tanda tangan elektronik dapat disamakan
dengan tanda tangan konvensional dalam pembuatan dokumen-dokumen penting
lainnya karena dewasa ini kekuatan hukum pembuktian tanda tangan elektronik
(digital signature) telah diakui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi elektronik
0 komentar:
Posting Komentar