Kecurangan internet |
Pencurian Melalui Internet
Pengertian kejahatan komputer atau kejahatan yang menggunakan komputer dapat
dibagi atas dua kategori, yaitu (1) komputer sebagai alat; dan (2) komputer
sebagai objek dari kejahatan tersebut. Dalam kasus, pencurian dilakukan dengan
menggunakan komputer yang terhubung dengan internet.
Kemudian,
interaksi dengan menggunakan internet tidaklah membawa perubahan konsepsi
perbuatan hukum yang terjadi. Pencurian dengan menggunakan internet tetap saja
dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum (pidana). Dengan begitu,
ketentuan atau pasal mengenai pencurian di dalam KUHP (Pasal 362) dapat
diterapkan dalam kasus pencurian barang lewat internet.
Sebagai
ilustrasi terhadap persoalan kejahatan di Internet ini, anda dapat lihat ulasan
kami di berita Kejahatan
Internet Marak, Pemilik Kartu Kredit Resah.
Berdasarkan
uraian di atas, maka ketentuan hukum yang ada (KUHP) dapat digunakan terhadap
pencurian melalui internet. Mungkin persoalan lainnya yang muncul adalah
masalah pembuktian. Persoalan pembuktian ini akan lebih sulit jika barang yang
dicuri adalah barang yang berbentuk elektronik bila kita bandingkan dengan
barang fisik. Di sinilah diperlukan keberanian polisi, jaksa dan penasehat
hukum dalam menemukan bukti-bukti yang memiliki hubungan dengan kasus ini dan
menggunakannya di pengadilan.
TINDAK PIDANA PENCURIAN DATA
MELALUI INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 362 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
DAN UNDANG-UNBDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK
Dalam cyber
space atau dunia maya ini, hampir segala jenis informasi dapat diperoleh, yang
dibutuhkan hanyalah sebuah komputer yang terhubung dengan internet. Dalam
perkembangan teknologi informasi, memberikan aspek manfaat, namun terdapat pula
sisi negatif. Sisi negatif yang bermunculan umumnya adalah penggunaan menyimpang
dari teknologi tersebut, salah satunya adalah adanya keinginan dari pihak-pihak
tertentu untuk menerobos masuk kedalam situs-situs atau jaringan milik orang
lain. Tujuannya untuk mencuri, mengubah, dan/atau mengambil data/informasi
milik orang lain.
Adapun permasalahan tersebut dirumuskan adalah bagaimanakah bentuk penerapan Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat digunakan untuk menjerat para pelaku tindak pidana pencurian data melalui internet dan bagaimanakah pembuktian hukum dalam kasus pencurian data lewat internet. Perbuatan tindak pidana pencurian data melalui internet telah memenuhi unsur subjektif dan unsur objektif dari pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menurut asas lex specialis derogat lex generalis yang berarti peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum, yakni Pasal 32 ayat (2) harus didahulukan baru setelah itu digunakan Pasal 362 KUHP sebagai pasal alternatif bilamana pelaku tindak pidana tidak dapat dijerat dengan Pasal 32 ayat (2) UU ITE.
Pembuktian dalam tindak pidana pencurian data dapat menggunakan 3 alat bukti seperti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP yaitu surat, keterangan ahli dan petunjuk dengan melihat dari perbuatan dalam hal ini hakim melihat perbuatan pelaku kejahatan dengan modus pencurian data melalui internet telah merugikan pemilik data, sehingga hakim dapat memutus perkara dan menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan pencurian data melalui internet dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Alat bukti saksi sangat sulit digunakan karena dalam kaitannya dengan pembuktian kejahatannya yang menjadi persoalan sangat sulit saksi melihat aktivitas kejahatan tersebut, mengingat dilakukan secara virtual yang akan sulit sekali untuk dilihat kapan dan bagaimana pelaku berbuat kejahatan.
Adapun permasalahan tersebut dirumuskan adalah bagaimanakah bentuk penerapan Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat digunakan untuk menjerat para pelaku tindak pidana pencurian data melalui internet dan bagaimanakah pembuktian hukum dalam kasus pencurian data lewat internet. Perbuatan tindak pidana pencurian data melalui internet telah memenuhi unsur subjektif dan unsur objektif dari pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menurut asas lex specialis derogat lex generalis yang berarti peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum, yakni Pasal 32 ayat (2) harus didahulukan baru setelah itu digunakan Pasal 362 KUHP sebagai pasal alternatif bilamana pelaku tindak pidana tidak dapat dijerat dengan Pasal 32 ayat (2) UU ITE.
Pembuktian dalam tindak pidana pencurian data dapat menggunakan 3 alat bukti seperti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP yaitu surat, keterangan ahli dan petunjuk dengan melihat dari perbuatan dalam hal ini hakim melihat perbuatan pelaku kejahatan dengan modus pencurian data melalui internet telah merugikan pemilik data, sehingga hakim dapat memutus perkara dan menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan pencurian data melalui internet dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Alat bukti saksi sangat sulit digunakan karena dalam kaitannya dengan pembuktian kejahatannya yang menjadi persoalan sangat sulit saksi melihat aktivitas kejahatan tersebut, mengingat dilakukan secara virtual yang akan sulit sekali untuk dilihat kapan dan bagaimana pelaku berbuat kejahatan.
0 komentar:
Posting Komentar